Peta KP Tahun 2018

Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Kronis Berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Komposit

Untuk tahun 2018 FSVA dikembangkan dengan menggunakan  9 indikator dalam penyusunan peta dan menganalisis daerah rentan rawan pangan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan, yaitu : 1). Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih komoditas beras, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu  2). Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan  3). Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluaran 4). Persentase rumah tangga tanpa akses listrik  5). Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun   6). Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih dan layak minum 7). Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk 8). Balita pendek (stunting)  9). Persentase Angka Kesakitan

Metode komposit yang digunakan di FSVA 2018 merupakan penyempurnaan dari metode FSVA nasional 2015 dan FSVA provinsi 2015 sehingga hasil komposit FSVA 2018 tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan FSVA provinsi dan FSVA nasional sebelumnya. Metode komposit FSVA 2018 menggunakan metode pembobotan, dimana masing-masing prioritas akan memiliki Cut-off point (ambang batas) berdasarkan pembobotan pada masing-masing indikator. Cut-off point merupakan hasil Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis – PCA) atau kesepakatan para ahli (expert judgements) yang berasal dari akademisi (IPB, UGM) dan pemerintah (Kementan, Kemenkes). Dengan adanya cut-off point selain dapat menggambarkan kondisi ketahanan pangan dan gizi, FSVA juga akan dapat memberikan kemudahan dalam melihat trend/kecenderungan perubahan yang terjadi antar periode analisis.

 Interpretasi hasil analisis komposit yang diterapkan masih sama dengan FSVA tingkat provinsi sebelumnya, yaitu kelompok Prioritas 1-3 dianggap lebih rentan terhadap kerawanan pangan (ditunjukkan dengan gradasi warna merah) dibandingkan kelompok Prioritas 4-6 (dengan gradasi warna hijau).

Penting untuk menegaskan kembali bahwa sebuah kabupaten yang diidentifikasikan sebagai relatif lebih tahan pangan (kelompok prioritas 4-6) tidak berarti semua desa-desa di dalamnya juga tahan pangan. Demikian juga, tidak semua penduduk di daerah yang termasuk sebagai kelompok Prioritas 1-3 tergolong rentan rawan pangan. Disarankan bahwa tindak lanjut di tingkat desa dilakukan untuk lebih mengidentifikasikan daerah mana yang benar-benar rentan terhadap kerawanan pangan.

Berdasarkan hasil analisis, semua indikator individu dipetakan di tingkat kabupaten dan menggambarkan keamanan pangan dan gizi di 119 kecamatan di 9 kabupaten. Peta-peta yang dihasilkan menggunakan pola warna seragam dalam nuansa merah dan hijau. Nuansa merah menunjukkan berbagai tingkat kerawanan pangan, sementara nuansa hijau menggambarkan status relatif lebih baik. Dalam kedua warna (merah dan hijau), nuansa gelap menunjukkan derajat lebih tinggi dari ketahanan atau kerawanan pangan.

Tabel 6.1.Kecamatan yang paling rentan berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Komposit

KABUPATEN KECAMATAN Peringkat Prioritas
BENGKULU TENGAH BANG HAJI 119 3
MUKOMUKO AIR DIKIT 118 3
BENGKULU UTARA KETAHUN 117 3
BENGKULU UTARA ULOK KUPAI 116 3
SELUMA LUBUK SANDI 115 3
BENGKULU UTARA GIRI MULYA 114 4
MUKOMUKO AIR RAMI 113 4
BENGKULU UTARA NAPAL PUTIH 112 4
SELUMA AIR PERIUKAN 111 4
KEPAHIANG MUARA KEMUMU 110 4
LEBONG LEBONG UTARA 109 4
MUKOMUKO KOTA MUKOMUKO 108 4
KAUR NASAL 107 4
REJANG LEBONG CURUP 106 4
REJANG LEBONG PADANG ULAK TANDING 105 4
BENGKULU UTARA PINANG RAYA 104 4
KAUR MAJE 103 4
MUKOMUKO TERAS TERUNJAM 102 4
BENGKULU TENGAH PEMATANG TIGA 101 4
BENGKULU TENGAH MERIGI SAKTI 100 4
BENGKULU TENGAH MERIGI KELINDANG 99 4
BENGKULU SELATAN PASAR MANNA 98 4
MUKOMUKO PENARIK 97 4
BENGKULU TENGAH PAGAR JATI 96 4
BENGKULU TENGAH TABA PENANJUNG 95 4
BENGKULU UTARA PUTRI HIJAU 94 4
KAUR KAUR SELATAN 93 4
KAUR MUARA SAHUNG 92 4
BENGKULU SELATAN KOTA MANNA 91 4
 

Faktor Penyebab

Prioritas 3
Persentase balita tinggi kurang (Stunting)
Angka Kesakitan
Rasio Konsumsi Normatif
Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun
Prioritas 4
Rasio konsumsi normatif
Persentase balita tinggi kurang (Stunting)
Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun
Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih

Tabel 1.1 Indikator FSVA Provinsi Bengkulu 2018

Indikator Definisi dan Perhitungan Range Sumber Data
Kerentanan terhadap kerawanan Pangan Kronis
1. Aspek Pemanfaatan Pangan
1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih ‘padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar’

 

1.    Data rata-rata produksi bersih tiga tahun (2011-2013) padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar pada tingkat kecamatan dihitung dengan menggunakan faktor konversi standar. Untuk rata-rata produksi bersih ubi kayu dan ubi jalar dibagi dengan 3 (faktor konversi serealia) untuk mendapatkan nilai yang ekivalen dengan serealia. Kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi.

2.    Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari dihitung dengan membagi total ketersediaan serealia kecamatan dengan jumlah populasinya (data penduduk pertengahan tahun 2012).

3.    Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia pada tingkat kecamatan.

4.    Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/orang/hari.

5.    Kemudian dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan bersih serealia per kapita. Rasio lebih besar dari 1 menunjukkan daerah defisit pangan dan daerah dengan rasio lebih kecil dari 1 adalah surplus untuk produksi serealia.

 

 ≥ 1.5

1.25 – 1.5

1.00 – 1.25

0.75 – 1.00

0.50 –  0.75

< 0.50

Kabupaten dalam Angka, BPS atau Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten, (data tahun 2014-2016).

 

 

II. Aspek Akses Pangan
2. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan

 

Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak. ≥ 35

25 – < 35

20 – < 25

15 – < 20

10 – < 15

<10

Dinas Sosial, 2016

 

3. Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluaran

 

Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk makanan lebih dari 65% dibandingkan dengan total pengeluaran rumah tangga (makanan dan non makanan)

 

≥ 50

40 – < 50

30 – < 40

20 – < 30

10 – < 20

< 10

SUSENAS 2016/2017, BPS (SAE)

 

4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik

 

Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, misalnya generator.

 

≥ 50

40 – < 50

30 – < 40

20 – < 30

10 – < 20

< 10

SUSENAS 2016/2017, BPS (SAE)

PBDT, TNP2K

Dinas ESDM

PLN

 

III. Aspek Pemanfaatan Pangan
5. Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun

 

 

Jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal

 

< 6

6 – < 6,5

6,5 – < 7,5

7,5 – < 8,5

8,5 – < 9

≥ 9

SUSENAS 2016/2017, BPS (SAE)

PBDT, TNP2K

Dinas Pendidikan

 

6. Persentase balita tinggi kurang (Stunting)

 

Anak di bawah lima tahun yang tinggi badannya kurang dari -2 Standar Deviasi (-2 SD) dengan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). ≥ 40

30 – < 39

20 – < 29

< 20

Dinas Kesehatan 2017

 

7. Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk

 

Total jumlah penduduk per jumlah tenaga kesehatan (dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis) dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk.

 

≥ 30

20 – < 30

15 – < 20

10 – < 15

5 – < 10

< 5

SUSENAS 2012 dan Sensus Penduduk 2010 (diolah oleh Tim FSVA dengan metode SAE – Small Area Estimation).

 

8.            Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari leding meteran, leding eceran, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung dan air hujan dengan memperhatikan jarak ke jamban minimal 10 m. ≥ 70

60 – <70

50 – <60

40 – <50

30 – <40

< 30

SUSENAS 2017, BPS (diolah dengan SAE)

 

9.            Persentase angka kesakitan

 

Angka Kesakitan /Morbiditas /Persentase Penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan. Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa, termasuk karena kecelakaan, atau hal lain yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Indikator ini dapat dimanfaatkan untuk mengukur tingkat kesehatan masyarakat secara umum yang dilihat dari adanya keluhan yang mengindikasikan terkena suatu penyakit tertentu. ≥ 17

14 – <17

12 – <14

10 – <12

7 – <10

< 7

SUSENAS 2017, BPS (diolah dengan SAE)